free hit counter code Masih Ada Perusahaan Nunggak THR, Siap-siap Kena Denda - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter
Masih Ada Perusahaan Nunggak THR, Siap-siap Kena Denda
Diskusi Forum Diskusi Wartawan Bandung, Kamis (29/4/2021)

Masih Ada Perusahaan Nunggak THR, Siap-siap Kena Denda

 

JuaraNews, Bandung - Ketua KSPSI Jawa Barat Roy Jinto menyebut ada perusahaan berlokasi di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung yang belum menyelesaikan Tunjangan Hari Raya (THR) tahun lalu.

Hal ini terjadi karena salah satu dampak dampak dari kebijakan pemerintah pusat yang memperbolehkan perusahaan untuk mencicil atau menunda pembayaran THR.

"Pemerintah memberi ruang kepada pengusaha pada tahun lalu itu boleh bayar THR sampai bulan Desember 2020. Tapi, sampai sekarang malah masih ada yang belum selesai," ujarnya dalam diskusi Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) bersama Prodi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Unpad, Kamis (29/4/2021).


Roy Jinto pun mempermasalahkan hal tersebut. Pasalnya, jika merujuk pada Permen No. 6/2016, tidak tertuang mengenai pembayaran THR yang diperkenankan untuk ditunda atau dicicil.

"THR itu kan penghasilan buruh non-upah sifatnya wajib. Sekarang karena perusahaan boleh melakukan musyawarah dan perundingan sehingga THR dibayar tidak tepat waktu," tuturnya.

Ia menegaskan, pasal 2 dan pasal 5 pada Permenaker No. 6/2016 itu merupakan kunci bagi perusahaan untuk memenuhi hak karyawan memperoleh THR.

"Aturan baru ini justru melanggar aturan yang sudah ada. Buruh sangat dirugikan," ucapnya.

Lebih lanjut, Roy Jinto berpendapat bahwa kebijakan paket ekonomi yang dibuat pemerintah pusat mengarah hanya demi kepentingan pengusaha semata.

"Jangan kondisi covid-19 ini selalu dijadikan alasan. Industri garmen sudah berjalan normal setelah Idulfitri tahun lalu. Tapi, buruh kondisinya tidak diuntungan oleh pemerintah," jelasnya.

Menurut dia, masih banyak buruh yang enggan melaporkan perusahaan yang tidak membayarkan THR, salah satunya lantaran tidak memiliki serikar kerja.

"Ada perusahaan yang mencicil THR dalam bentuk barang produksi. Khawatirnya akan terjadi penumpukan THR, yang tahun lalu saja belum dibayar," terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat (Disnakertrans Jabar) Rachmat Taufik Garsadi memastikan perusahaan terdampak COVID-19 pun wajib membayarkan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya paling telat satu hari sebelum pelaksanaan hari raya keagamaan.

Taufik mengatakan, mengacu kepada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No 6 Tahun 2021, perusahaan yang terdampak COVID-19 harus melakukan dialog dengan bupati/walikota.

"Perusahan yang masih terdampak bisa melakukan perundingan kesepakatan, dan perusahaan bisa membuktikan terkait dampak dari pandemi ini. Tapi tetap hanya diberi waktu sampai minus satu hari sebelum hari raya, jadi kalau di aturannya itu minus tujuh hari," ucap Taufik

Ia menegaskan, tahun ini tidak ada aturan bagi perusahaan untuk mencicil THR bagi karyawannya. Pasalnya, kondisi tahun ini berbeda dibandingkan dengan tahun lalu, yang dimana aktivitas ekonomi tahun ini sudah mulai kembali bergeliat.

Selain itu, pemerintah pun telah melakukan relaksasi terkait ekonomi, pajak, listrik bahkan di ruang perbankan. "Tahun lalu itu, semuanya terkaget-kaget karena pandemi COVID-19 ini. Pandemi tahun lalu itu Maret, kemudian hari rayanya bulan Mei. Jadi baru dua bulan, tiga bulan, semua terkaget-kaget. Pemerintah Indonesia belum punya acuannya, mana yang terbaik untuk menanggulangi pandemi," katanya.

Ia pun mengingatkan adanya denda bagi pengusaha yang telat membayar THR, denda itu sebesar 5 persen dari nilai THR yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. "Dendanya itu lima persen dari nilai THR yang diberikan, misal yang diberikan itu Rp 1 miliar, maka dendanya itu lima persen harus diberikan kepada karyawan untuk kesejahteraannya," jelasnya.

Saat ini, ujar Taufik, terdapat 50 ribu lebih perusahaan yang terdaftar dalam wajib lapor kinerja perusahaan (WLKP). "Mungkin banyak yang tidak terdaftar dengan berbagai permasalahnnya, tapi di lain pihak kita harus menjaga jangan sampai berhenti di PHK," imbuhnya.

Di sisi lain, menurut Akademisi Universitas Padjadjaran Prof Maman Setiawan mengungkapkan pemberian THR dimaksudkan untuk mendorong produktivitas dari tenaga kerja dan juga bisa mendorong konsumsi. Diketahui kontribusi konsumsi terhadap PDB mencapai 60 persen.

Sejak beberapa tahun terakhir produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Sehingga, perlu diberikan reward yang sepadan bagi para pekerja tersebut atas kinerja yang diberikan.

Hanya pada 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan pertumbuhan sebagai imbas pandemi. Industri manufaktur sebagai kontributor terbesar perekonomian bahkan jatuh lebih dalam dibandingkan dengan penurunan perekonomian secara keseluruhan. Hal itu menyebabkan terjadi kendala dalam pembayaran THR.

Namun demikian, seiring dengan pemulihan yang berlangsung, kinerja sejumlah sektor manufaktur pada triwulan I-2021 mulai bergeliat. Salah satu tercermin dari meningkatnya kinerja ekspor.

Berdasarkan hal tersebut beberapa sektor menurutnya tidak akan menghadapi kendala untuk menunaikan kewajiban pembayaran THR. Sektor yang memiliki pertumbuhan positif tersebut diantaranya informasi dan komunikasi, pertanian.

"Harusnya tidak lagi menunggak, tidak ada masalah dalam pembayaran THR. Artinya mengikuti aturan yang ada," tegasnya.

Akan tetapi, Maman mengungkapkan, ada sejumlah sektor yang juga masih menghadapi tekanan. Diantaranya sektor pariwisata, pertambangan dan penggalian, serta konsumsi. Diperkirakan beberapa sektor tersebut akan mengalami sedikit hambatan dalam membayar THR. (*)

 

bas

0 Komentar

Tinggalkan Komentar


Cancel reply

0 Komentar


Tidak ada komentar

Berita Lainnya


Bey Target Swasembada Pangan di Jabar
Sekretariat DPRD Jabar Gelar Halal Bihalal
Pentingnya Insan Perbankan Akan Bahaya korupsi
Ini Jalur Alternatif di Jabar saat Arus Balik
Dishub Jabar Siapkan Contra Flow Arus Balik

Editorial



    sponsored links