free hit counter code Penangkapan Dinilai Prematur, KAMI Desak Polri Bebaskan 8 Anggotanya - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter
Penangkapan Dinilai Prematur, KAMI Desak Polri Bebaskan 8 Anggotanya
(net) Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo

Penangkapan Dinilai Prematur, KAMI Desak Polri Bebaskan 8 Anggotanya

JuaraNews, Jakarta - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menanggapi dengan tegas penangkapan 8 petinggi dan anggotanya oleh Bareskrim Polri.

 

Dalam pernytaan sikapnya, Presidium KAMI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin, dan Rochmat Wahab meminta polisi untuk membebaskan ke-8 orang yang ditangkap tersebut. Ke-8 aktivis KAMI tersebut, yakni Syahganda Nainggolan, Kingkin Adinda, Anton Permana, dan Jumhur Hidayat ditangkap di Jakarta. Lalu Juliana, Devi, Khairi Amri, dan Wahyu Rasari Putri ditangkap di Medan.

 

Mereka ditangkap dengan dugaan penghasutan dan ujaran kebencian terkait aksi menolak pengesahan UU Cipta Kerja melalui media sosial, grup Whatsapps (WA). Para aktivis ini dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Lima dari 8 orang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. Sedangkan 3 lainnya, yakni Syahganda Nainggolan, Anton Permana, dan Jumhur Hidayat masih berstatus sebagai terperiksa.

 

Gatot Nurmantyo mengakui penangkapan sejumlah jajaran KAMI dilakukan Polri berdasarkan alat bukti percakapan grup WA yang mengandung penghasutan ujaran kebencian, berdasarkan suku, agara, ras dan antargolongan atau SARA. Namun, menurut Gatot, dasar penangkapan tersebut bersifat prematur. Sebab, kesimpulan polisi itu dibuat dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung. Di samping itu, Gatot juga menganggap dalih Polri menangkap jajaran KAMI penuh akan propaganda informasi publik.

 

"KAMI menilai, mengandung nuansa pembentukan opini (framing). Melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius," ungkap Gatot dalam pernyataan resminya, Rabu (14/10/2020).

 

Untuk itu, KAMI memprotes tindakan penangkapan tokoh KAMI oleh Kepolisian. KAMI menganggap penangkapan itu tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.

 

Untuk itu, KAMI mendesak Polri membebaskan 3 tokoh dan 5 anggota jejaringnya di daerah yang ditangkap polisi.

 

"KAMI meminta Polri membebaskan para Tokoh KAMI dari tuduhan dikaitkan dengan penerapan UU ITE yang banyak mengandung ‘pasal-pasal karet’ dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara," tandas Gatot.

 

KAMI, kata Gatot, juga merasakan ada kejanggalan prosedur penangkapan Polri terhadap salah satu anggotanya, Syahganda Nainggolan. Diterangkan Gatot, Syahganda Nainggolan ditangkap atas dasar laporan polisi pada 12 Oktober 2020. Namun, sprindik terbit pada 13 Oktober 2020 dan langsung dilakukan penangkapan.

 

"Jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur. Lebih lagi jika dikaitkan dengan Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUI-XII /2014 tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 terkait frasa ‘dapat menimbulkan’, maka penangkapan para tokoh KAMI, patut diyakini mengandung tujuan politis, dengan mengunakan istrumen hukum," paparnya.

 

Di samping itu, KAMI menyoroti sikap Polri yang merilis kegiatan penangkapan terhadap anggotanya dengan menyebutkan identitas pribadi.

 

"Membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang seyogia harus diindahkan oleh Lembaga Penegak Hukum/Polri," ujarnya.

 

KAMI pun menduga ada indikasi gawai beberapa tokoh mereka diretas oleh pihak tertentu.

 

“KAMI menegaskan bahwa ada indikasi kuat handphone beberapa Tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir ini diretas/dikendalikan oleh pihak tertentu sehingga besar kemungkinan disadap atau ‘digandakan’ (dikloning). Hal demikian sering dialami oleh para aktifis yang kritis terhadap kekuasaan negara, termasuk oleh beberapa Tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, ‘bukti percakapan’ yang ada sering bersifat artifisial dan absurd.

 

Diberitakan sebelumnya, Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Awi Setyono mengungkapkan, percakapan di gurp WA itulah yang menjadi dasar Kepolisian menangkap kedelapan pelaku. Menurutnya, isi pesan itu bersifat ujaran kebencian dan penghasutan.

"Percakapannya di grup mereka. Kalau rekan-rekan membaca WA-nya ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarki itu, mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut," kata Brigjen Awi saat memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).

Dalam percakapannya itu, Awi menyebutkan seluruhnya juga diduga memberikan informasi yang menyesatkan berbau SARA dan bersifat penghasutan. Selain itu, polisi juga menemukan indikasi mereka merencanakan aksi perusakan.


"Patut diduga mereka mereka itu memberikan informasi yang menyesatkan berbau SARA dan penghasutan-penghasutan itu. Mereka memang direncanakan sedemikian rupa untuk membawa ini membawa itu, melakukan pengerusakan itu ada jelas semua terpapar jelas," ungkapnya. (*)

Oleh: JuaraNews / jar

0 Komentar

Tinggalkan Komentar


Cancel reply

0 Komentar


Tidak ada komentar

Berita Lainnya


Wapres Ma'ruf: Optimalkan Teknologi dalam Mitigasi
Agus Mulyana Optimistis Timnas Menang Lawan Korsel
SAH! Prabowo-Gibran Presiden & Wapres 2024-2029
Bey Ingin Sumedang Kembali Jadi Paradijs van Java
Bonus Demografi Sumber Daya Pembangunan Produktif

Editorial



    sponsored links