free hit counter code Tetapkan UMK di Jabar, Gubernur Ridwan Kamil Gunakan PP No 36/2021 tentang Pengupahan - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Jabar Juara


Opini


  • RPJPD JABAR 2025-2045
    RPJPD JABAR 2025-2045

    RENCANA Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang.

    Tetapkan UMK di Jabar, Gubernur Ridwan Kamil Gunakan PP No 36/2021 tentang Pengupahan
    (liputan6) Ribuan buruh menggelar unjuk rasa meminta penetapan UMK tidak menggunakan PP 36 di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (30/11/2021).

    Tetapkan UMK di Jabar, Gubernur Ridwan Kamil Gunakan PP No 36/2021 tentang Pengupahan

    JuaraNews, Bandung - Gubernur Jabar Ridwan Kamil telah menetapkan besaran nilai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di Jabar, Selasa (30/11/2021) malam.

     

    Penetapan UMK tersebut dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jabar No 561/ Kep.732-Kesra/2021 tertanggal 30 November 2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022.

     

    Penetapan UMK di Jabar tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), bertentangan dengan UUD atau inkonstitusional.

     

    Dengan berdasar pada PP 36/2021, rekomendasi dari bupati/wali kota tentang besaran UMK di daerahnya masing-masing tidak menjadi patokan utama seperti penetapan UMK pada tahun-tahun sebelumnya, saat masih berpatokan pada PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Karenanya, dari UMK 27 kabupaten/kota di Jabar yang tertera dalam keputusan gubernur tersebut, tak ada yang kenaikannya sesuai dengan keinginan buruh.

     

    Kota Cimahi misalnya, Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Cimahi Ngatiyana memberikan kabar yang cukup menggembirakan bagi para buruh di Kota Cimahi. Sebab, ia merekomendasikan besaran Upah Minimum Kota (UMK) Cimahi 2022 sebesar 8,5 persen.

     

    "Rekomendasikan UMK 2022 naik sebesar 8,5 persen atau sekitar Rp 200 ribu dari UMK tahun ini," terang Ngatiyana saat ditemui di Cimahi Utara, Jumat (26/11/2021).

     

    UMK tahun 2021 di Kota Cimahi sendiri sebesar Rp 3.241.919. Jika dikalkulasikan, kenaikan 8,5 persen nominalnya Rp 275.563,115 sehingga nilai rekomendasi UMK tahun 2022 di Kota Cimahi menjadi Rp 3.517.492,955. Namun dalam keputusan itu, UMK 2021 Kota Cimahi hanya naik sangat tipis menjadi Rp 3.272.668,50.

     

    Selain Cimahi, Kabupaten Bandung juga menyampaikan rekomendasi UMK 2022 mereka naik 10 persen dari tahun sebelumnya. Bupati Bandung, Dadang Supriatna sendiri dalam unggahan akun instagramnya @kang.dadangsupriatna telah menyampaikan hal serupa. Ia sudah menandatangani rekomendasi kenaikan UMK tahun 2022 sebesar 10 persen.

     

    Diketahui, besaran UMK 2021 Kabupaten Bandung kini senilai Rp 3.241.929. Jika rekomendasi Pemkab Bandung disetujui oleh Pemprov Jabar, maka UMK Kabupaten Bandung menjadi Rp3.566.121, atau naik sebesar Rp 324.192. Namun Gubernur hanya menyetujui UMK 2022 Kabupaten Bandung tetap di angka Rp 3.241.929,67.

     

    Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/Kep.732-Kesra/2021 Tetang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022. [Istimewa]

     

    Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Setiawan Wangsaatmadja mengungkapkan, penetapan ini tidak terlepas dari beberapa dasar peraturan, yaitu UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, serta beberapa surat Menteri Ketenagakerjaan, kemudian rekomendasi besaran penyesuaian nilai upah minimum kabupaten/kota dari 27 bupati/wali kota seluruh Jabar, juga berita acara Dewan Pengupahan.

     

    “Tentu saja bahwa hal ini menjadikan sebuah dasar, sehingga Keputusan Gubernur dikeluarkan,” ucap Setiawan di Gedung Sate, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Selasa (30/11/2021) malam.

     

    Menurut Setiawan, Gubernur Ridwan Kamil turut bersimpati dan berempati terhadap hal ini, karena rumus-rumus di dalam perhitungan dikeluarkannya UMK didasarkan PP dan tidak diberikan ruang terhadap diskresi daerah untuk menetapkan lebih dari itu.

     

    “Terkait dengan putusan MK, menyatakan bahwa pemerintah harus memperbaiki peraturan ini di dalam 2 tahun. Namun demikian selama 2 tahun ini seluruh peraturan yang terkait dengan UU Cipta Kerja dan seluruh turunannya masih tetap berlaku termasuk PP 36 yang mendasari terkait dengan perhitungan UMK ini,” tuturnya.

     

    Setiawan menegaskan, tugas gubernur hanya menetapkan UMK, dan gubernur tidak dapat merevisi bahkan mengoreksi terkait dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh seluruh bupati/wali kota.

     

    “Oleh karena itu, surat rekomendasi yang disampaikan oleh bupati/wali kota yang saat ini sudah seluruhnya sesuai dengan PP 36, kemudian gubernur menetapkan hal tersebut,” ujar Setiawan.

     

    Sekda mengharapkan ke depannya pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar dapat melibatkan pemerintah daerah lebih jauh khususnya dalam penghitungan UMK.

     

    “Karena kita tahu kondisi ekonomi dan dinamika antara daerah satu dengan daerah lainnya sangat bervariasi. Oleh karena itu kami sangat berharap, bahwa pelibatan pemerintah daerah di masa yang akan datang bisa terlibat lebih jauh,” tutupnya.

     

    Sebelumnya diberitakan, buruh mengancam akan menggelar aksi mogok jika tuntutan mereka yakni UMK 2021 naik 10 persen tak disetujui Gubernur Ridwan Kamil.

     

    "Tuntutan kawan-kawan buruh Jabar adalah kenaikan upah tidak menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021," ungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di depan Gedung Sate, Selasa (30/11/2021).

     

    "Kalau pemerintah tidak mau mendengarkan tentu semuanya persiapan untuk melumpuhkan sentra-sentra industri di Jabar," lanjutnya.

     

    Said Iqbal menegaskan, Pemprov Jabar tidak dapat memakai PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan itu karena telah dinyatakan inkonstitusional dan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

     

    "Karena keputusan Mahkamah Konstitusi kan sudah jelas, inkonstitusional bersyarat dan, kedua, cacat formil," jelasnya.

     

    Amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 menyatakan bahwa setiap tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas harus ditangguhkan. Dalam hal ini, sambung Said Iqbal, sudah jelas bahwa upah minimum adalah kebijakan strategis.

     

    "Dengan demikian, merujuk keputusan itu, harus ditangguhkan dan (penentuan upah) harus mengikuti UU Nomor 13 (tahun 2003) atau PP Nomor 78 tahun 2015," jelasnya. (*)

    jn

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Bey Machmudin: Hati-hati, Marak Investasi Bodong
    UPI Siap Jadi Agen Penggerak Pengelolaan Sampah
    Rutilahu Diharapkan Bisa Dikelola oleh Masyarakat
    Buruh Sosialisasikan Putusan MK soal UU Cipataker
    LPI Gelar Diskusi soal Politik Identitas

    Editorial



      sponsored links