free hit counter code Pemerintah RI Dorong Kemandirian Industri Farmasi, CIPS: Indonesia Harus Ikuti Jejak Cina atau Swiss - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Jabar Juara


Opini


  • RPJPD JABAR 2025-2045
    RPJPD JABAR 2025-2045

    RENCANA Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang.

    Pemerintah RI Dorong Kemandirian Industri Farmasi, CIPS: Indonesia Harus Ikuti Jejak Cina atau Swiss
    (STIKES Notokusumo) Kemandirian industri farmasi membutuhkan kapabilitas riset dan pengembangan yang tinggi ungkap Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ronald Tundang, Senin (23/01/2023) di Jakarta.

    Pemerintah RI Dorong Kemandirian Industri Farmasi, CIPS: Indonesia Harus Ikuti Jejak Cina atau Swiss

    • Senin, 23 Januari 2023 | 23:31:00 WIB
    • 0 Komentar

    JuaraNews, Jakarta – Indonesia berpotensi untuk menjadi basis industri farmasi di Asia Tenggara. Oleh karena itu, diperlukan adanya peralihan industri menjadi industri berbasis inovasi. Hal ini dikatakan Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ronald Tundang.

     

    Indonesia perlu memilih kebijakan industri yang tepat dan memperhatikan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan.

     

    "Ini bisa dilakukan misalnya dengan menambah anggaran riset dan pengembangan serta menggunakan fleksibilitas pada Hak Kekayaan Intelektual (HKI)," kata Ronald dalam keterangannya di Jakarta, kutip antara, Senin (23/01/2023).

     

    Ronald mencontohkan Indonesia merupakan salah satu proponen pengusul obat dan vaksin Covid-19 sebagai komoditas publik. Hal itu melalui dukungannya atas pengecualian perlindungan HKI untuk obat dan vaksin Covid-19 berdasarkan Perjanjian Hak atas Kekayaan Intelektual yang berhubungan dengan Perdagangan atau Trade-related Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs).

     

    Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk mendorong kemandirian industri farmasi, khususnya dalam produksi Bahan Baku Obat (BBO). Misalnya melalui kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

     

    Pemerintah juga mewajibkan penggunaan produk dalam negeri untuk pengadaan barang dan jasa, termasuk melalui skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kebijakan lainnya yakni insentif fiskal, seperti pengurangan pajak dan pembebasan bea masuk bagi perusahaan farmasi yang akan memproduksi BBO.

     

    Pemerintah dinilai perlu mempersiapkan kebijakan yang dapat digunakan dalam kondisi normal dan kondisi mendesak semisal pandemi. Kebijakan industri, seperti TKDN dan insentif untuk industri BBO, dapat menambah harga obat dalam kondisi mendesak.

     

    "Harga obat yang terjangkau dan kemandirian industri farmasi merupakan dua tujuan penting, tapi berbeda. Harga obat yang terjangkau dapat dicapai melalui impor BBO, sesuatu yang bertentangan dengan kemandirian industri farmasi," kata Ronald.

     

    Kemandirian industri farmasi dalam jangka panjang, lanjutnya, memang dapat membuat harga obat terjangkau. Namun tidak mudah karena dibutuhkan kapabilitas riset dan pengembangan yang tinggi.

     

    Ronald menyampaikan ada beberapa pilihan untuk mengembangkan industri farmasi yang dapat diambil Indonesia. Pertama, Indonesia bisa mengikuti jejak India dan China dengan memproduksi obat generik atau mengikuti jejak Amerika Serikat dan Swiss menjadi pusat pengembangan riset dan teknologi.

     

    "Sejauh ini Indonesia belum memiliki posisi yang jelas mengenai hal ini," kata Ronald.

     

    Jika Indonesia memilih opsi pertama, maka strategi yang perlu disiapkan adalah identifikasi obat paten yang akan segera habis masa berlakunya. Provisi ini membolehkan produsen obat generik di Indonesia meminta izin pemasaran menggunakan obat paten yang masih berlaku. Provisi Bolar ini juga berlaku untuk opsi kedua. Banyak negara menggunakannya untuk kepentingan riset dan pengembangan.

     

    Indonesia belum menjadi pilihan karena belum ada basis industri BBO serta kapasitas riset dan pengembangan yang masih rendah. Pemerintah juga sebaiknya meningkatkan kapasitas riset dan mengembangkan skala industri farmasi.(*)

    Aep

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Bey Machmudin: Hati-hati, Marak Investasi Bodong
    UPI Siap Jadi Agen Penggerak Pengelolaan Sampah
    Rutilahu Diharapkan Bisa Dikelola oleh Masyarakat
    Buruh Sosialisasikan Putusan MK soal UU Cipataker
    LPI Gelar Diskusi soal Politik Identitas

    Editorial



      sponsored links