DPRD Dorong Pembangunan Asrama Haji Indramayu
- 30 Januari 2025 | 09:41:00 WIB
DPRD Jabar mendorong optimalisasi, percepatan pembangunan dan pelayanan Asrama Haji Indramayu sebagai persiapan penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2025.
DPRD Jabar mendorong optimalisasi, percepatan pembangunan dan pelayanan Asrama Haji Indramayu sebagai persiapan penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2025.
PEMPROV Jabar mendapatkan Hasil Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) tahun 2024
KEBERADAAN pagar bambu laut di sejumalah perairan, menjadi polemik di masyarakat.
JuaraNews, Bandung - Etnis Tionghoa di seluruh dunia, termasuk Indonesia merayakan Tahun Baru Imlek, yang memasuki tahun ke 2576 Kongzili pada Rabu (29/1/2024) ini. Di
Indonesia yang merupakan negara dengan keberagaman suku dan budaya, etnis Tionghoa telah lama berbaur dengan masyarakat pribumi. Etnis Tionghoa dikenal sebagai kelompok yang memiliki tradisi leluhur kuat, salah satunya adalah perayaan Imlek.
Bagi komunitas Tionghoa, merayakan Tahun Baru Imlek merupakan bagian integral dari warisan budaya Tionghoa. Perayaan ini dirayakan pada malam Tahun Baru Imlek dengan mengadakan makan malam reuni, di mana keluarga bertemu untuk menghidupkan kembali ikatan dan menikmati kebersamaan satu sama lain. Dilanjutkan dengan kunjungan keesokan harinya untuk mempererat keluarga dan tali silaturahmi satu sama lain.
Etnis Tionghoa di Indonesia atau kini sering disebut Cindo (China Indonesia) sendiri kini tidak hanya didominasi oleh para penganut agama Konghucu yang berasal dari leluhur mereka di China daratan, namun lebih beragam, termasuk yang beragama Islam, baik itu yang sejak lahir sudah muslim maupun mualaf. Terkait hal tersebut, selalu muncul pertanyaan, apakah umat muslim Tionghoa boleh ikut merayakan Imlek?
Secara historis, perayaan Imlek sebenarnya tidak memiliki kaitan langsung dengan agama tertentu. Tradisi ini awalnya merupakan bentuk rasa syukur petani di China atas berakhirnya musim dingin dan dimulainya musim semi. Ucapan ‘Gong Xi Fa Cai’ yang sering diartikan sebagai ‘Selamat Tahun Baru’, sejatinya bermakna doa agar seseorang diberi rezeki melimpah.
Seiring perjalanan waktu, perayaan Imlek diadaptasi menjadi bagian dari identitas budaya etnis Tionghoa di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan, beberapa simbol dalam perayaan Imlek, seperti liong dan barongsai, menjadi sarana pembauran budaya antara etnis Tionghoa dan pribumi.
Dalam konteks Islam, perayaan budaya seperti Imlek, tidak serta-merta dilarang selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Al-Qur’an memberikan pedoman universal terkait kebudayaan, termasuk menghormati keberagaman dan menjalin persaudaraan. Sebagaimana dalam surat al-Baqarah (2:208), bahwa umat Islam diperintahkan untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah, tetapi juga diajarkan untuk menghindari sikap ekstrem dalam kehidupan beragama.
Dalam Islam sendiri, tidak semua tradisi budaya dilarang. Tradisi yang bertujuan untuk mensyukuri nikmat Allah dapat dilestarikan, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Perayaan Imlek oleh muslim Tionghoa bisa dilakukan jika dipahami sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas karunia-Nya. Namun, jika perayaan tersebut melibatkan unsur-unsur penyembahan selain Allah, maka hukumnya menjadi haram.
Islam memandang kebudayaan sebagai hasil kreativitas manusia yang dapat diterima selama tidak melanggar syariat. Dalam konteks Imlek, umat Muslim Tionghoa tidak harus kehilangan identitas budaya mereka. Selama perayaan dilakukan dengan niat mensyukuri nikmat Allah dan tanpa unsur penyembahan selain Allah, maka hukum merayakan Imlek dapat diperbolehkan.
Hal ini sesuai dengan semangat Al-Qur’an yang mengajarkan toleransi (QS Al-Kafirun, 109:6) dan tidak berlebihan dalam segala hal (QS Al-A'raf, 7:31). Karena itu, perayaan Imlek oleh umat muslim Tionghoa dapat menjadi wujud harmoni antara budaya dan agama.
Menjadi seorang muslim juga bukan berarti harus meninggalkan warisan budayanya. Bagi seorang muslim Tionghoa, perayaan Tahun Baru Imlek merupakan momen penting yang mengekspresikan identitas etnis mereka. Terlebih lagi, saat ini Tahun Baru Imlek merupakan perayaan budaya dan pada dasarnya bukan festival berbasis ritual keagamaan.
Bagaimanapun, Islam bukanlah agama yang terbatas pada satu entitas budaya saja. Ini adalah keyakinan yang relevan bagi seluruh umat manusia lintas waktu, tempat, dan etnis. Bukanlah tujuan Islam untuk menghilangkan praktik-praktik budaya, melainkan mengidentifikasi dan meniadakan praktik-praktik budaya yang tidak diperbolehkan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti praktik ritual keagamaan non-Islam.
Faktanya, Rasullah Muhammad Saw tidak menghilangkan semua praktik pra-Islam. Misalnya, praktik Hilf Al-Fudhul atau Aliansi Kebajikan pra-Islam yang sangat dijunjung tinggi oleh Nabi Saw. Rasulullah bahkan berharap dapat mendukung pakta serupa lainnya setelah masuknya Islam. Rasulullah Saw menegaskan hal ini dalam sebuah hadits yang artinya, “Saya menyaksikan perjanjian keadilan di rumah Abdullah bin Jud’an yang lebih saya cintai daripada sekawanan unta merah yang mahal. Jika saya dipanggil pada masa Islam sekarang, saya akan menjawabnya.” (Sunan Al-Kubra oleh Imam Al-Bayhaqi)
Salah satu ulama kondang, Buya Yahya pernah menyampaikan ceramahnya terkait dengan hukum umat Muslim keturunan China yang ikut merayakan Imlek. Menurutnya, Islam tidak membedakan etnis baik itu Jawa, Sunda, China atau apapun itu, semunya sama di hadapan Allah SWT. Menurutnya, jika orang China ingin merayakan Tahun Baru-nya maka diperbolehkan dan tidak menjadi haram, asal tidak mengganggu umat Islam. Dalam hal ini, maka perayaan budaya berbeda dengan perayaan yang menyangkut hari besar dalam agama.
Semasa hidupnya, tokoh pluralisme yang juga Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga memiliki pendapat yang sama. Bahwa orang muslim keturunan Tionghoa diperbolehkan merayakan Hari Raya Imlek, asal tidak mengganggu kepercayaannya terhadap agama yang dianutnya, yaitu Islam. Jadi, sangat jelas, bagi masyarakat China Muslim, tidak perlu khawatir untuk ikut merayakan Imlek. Karena, dalam Islam perayaan Imlek dihalalkan alias tidak haram. Gus Dur juga menekankan, meskipun bergembira dalam merayakan hari Tahun Baru, harus tetap dapat mengontrol euforianya dan tidak berlebihan. Sebab, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik dan tidak dibenarkan.
Selamat Tahun Baru Imlek, Gong Xi Fa Cai! (*)
Oleh: deni mulyana sasmita / den
0 KomentarDPRD Jabar mendorong optimalisasi, percepatan pembangunan dan pelayanan Asrama Haji Indramayu sebagai persiapan penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun Selengkapnya..
PJ Gubernur Jabar Bey Machmudin bersama jajaran Forkopimda, meninjau sejumlah vihara di Kota Bandung pada malam perayaan Imlek, Selasa Selengkapnya..
GENCATAN senjata antara zionis Israel dan Palestina menjadi kebahagiaan bagi warga Kota Gaza, mereka berbondong-bondong pulang Selengkapnya..
ETNIS Tionghoa di seluruh dunia, termasuk Indonesia merayakan Tahun Baru Imlek, pada Rabu (29/1/2024) ini. Selengkapnya..
MENTERI Agama Nasaruddin Umar mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili, kepada umat Khonghucu yang Selengkapnya..
MAJU kena mundur kena. Peribahasa itu tepat menggambarkan kondisi saat ini, terkait penanggulangan Covid-19.
PJ Gubernur Jabar Bey Machmudin bersama jajaran Forkopimda, meninjau sejumlah vihara di Kota Bandung pada malam perayaan Imlek, Selasa (28/1/2025).
GURU honorer Kabupaten Bekasi yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI), melakukan aksi demo, Kamis (23/1/2025).