free hit counter code Islam Solusi Hakiki Mengatasi Kemiskinan dengan Pasti - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


  • Zalnando Segera Kembali Berkostum Persib
    Zalnando Segera Kembali Berkostum Persib
    • 7 Desember 2024 | 07:00:00 WIB

    BOJAN Hodak mulai mengincar pemain anyar pada jendela transfer paruh musim Liga 1 2024-2025, guna melengkapi skuatnya pada Putaran 2 nanti.

Opini


  • RPJPD JABAR 2025-2045
    RPJPD JABAR 2025-2045

    RENCANA Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang.

    Islam Solusi Hakiki Mengatasi Kemiskinan dengan Pasti
    (istimewa) ilustrasi

    Islam Solusi Hakiki Mengatasi Kemiskinan dengan Pasti

    • Jumat, 28 Januari 2022 | 16:43:00 WIB
    • 0 Komentar

    JUMLAH penduduk miskin di Jawa Barat, terus berkurang sejak pandemi Covid-19. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat, pada September 2021, berjumlah 4 juta orang.


    Menurut Kepala BPD Jabar Dyah Anugrah Kuswardani, dibandingkan Maret 2021, jumlah penduduk miskin menurun 190.500 orang.
    Sementara jika dibanding September 2020, jumlah penduduk miskin turun 183.700 orang.


    Persentase penduduk miskin Jawa Barat, pada September 2021, tercatat sebesar 7,97 persen, menurun 0,43 persen poin terhadap Maret 2021, dan menurun 0,46 persen poin pada September 2020. (Sindonews, 17/1/2022)


    Kemiskinan memang selalu menjadi PR yang tak pernah terselesaikan. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin menganga, si miskin makin merana. Lihat saja kesenjangan penduduk miskin dan kaya di daerah perkotaan di Jawa Barat semakin tinggi.


    Hal itu tampak pada tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Jawa Barat yang diukur dengan gini ratio sebesar 0,406. Angka ini menurun 0,006 poin dibanding gini ratio Maret 2021 yang sebesar 0,412. Namun meningkat 0,008 poin dibanding gini ratio September 2020 yang sebesar 0,398.


    Lantas, apakah menurunnya jumlah penduduk miskin menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Jawa Barat meningkat? Apakah indikator yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan menunjukkan kondisi riil masyarakat?


    Padahal, ketika data statistik BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan telah berkurang. Bahwa rasio gini yang menjadi ukuran kesenjangan masyarakat telah semakin kecil nilainya. Semua hanya angka-angka di atas kertas, yang tak mampu menafikan adanya masyarakat yang kondisinya jauh di bawah kategori miskin, namun tak tersentuh kebijakan untuk keluarga miskin.


    Bila kita bicara masalah data, BPS mengatakan bahwa angka kemiskinan telah mengalami penurunan. Data ini seolah menunjukkan suatu prestasi. Tapi kalau kita melihat standar dari angka kemiskinan yang digunakan, boleh jadi kita akan merasa miris.


    Di dalam perhitungannya, BPS menggunakan pendekatan pengeluaran per kapita sebesar Rp425.250 per bulan per kapita sebagai garis kemiskinan. Artinya standar miskin adalah Rp14.175 per hari. Setara dengan sebungkus nasi saja. Bagaimana dengan pendapatan sejumlah itu dia bisa makan 3 kali dengan makanan yang cukup gizi? Belum lagi biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya.


    Lebih ironis adalah penduduk dengan pendapatan Rp14.200/hari saja, ia sudah tidak terkategori miskin, sehingga tidak akan mendapatkan jatah raskin, tidak mendapat fasilitas BPJS gratis, tidak berhak bantuan dari program keluarga harapan (PKH), dan sebagainya.


    Ia harus mendiri memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri padahal pendapatannya tak jauh beda dengan yang miskin. Jumlah orang yang berada dalam angka ini, boleh jadi lebih banyak daripada yang masuk kategori miskin. Inilah yang kita sebut sebagai kesejahteraan semu.


    Kapitalisme, mengukur kesejahteraan masyarakat secara kolektif. Ukuran-ukuran yang digunakan sebagai standar kesejahteraan adalah angka-angka yang merupakan kondisi rata-rata. Pendapatan per kapita misalnya, dihitung dari produk nasional bruto (PNB) dibagi dengan jumlah penduduk. Bila pendapatan per kapita tinggi, maka kesejahteraan masyarakat dianggap tinggi.


    Padahal, pendapatan per kapita tinggi  tidak berarti pendapatan semua penduduk juga tinggi. Karena ada di antara penduduk yang tidak memiliki akses terhadap modal, akses terhadap sumberdaya alam, atau memang dia memiliki kelemahan dari dalam dirinya seperti cacat atau sakit.


    Karena itu, mengukur tingkat kesejahteraan dengan pendapatan per kapita akan mengantarkan pada hasil yang tidak sesuai dengan fakta, karena tidak mampu menggambarkan kondisi kesejahteraan orang per orang.

     

    Selain pendapat per kapita, yang menjadi tolok ukur kesejahteraan lainnya adalah pendidikan dan kesehatan. Pada dua aspek ini pun, penguasa kapitalis belum mampu untuk memenuhinya.

     

    Dalam bidang pendidikan pemerintah telah mengurangi alokasi anggaran untuk subsidi perguruan tinggi. Kondisi ini memaksa banyak perguruan tinggi menetapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi.  


    Dalam bidang kesehatan, pemerintah mengandalkan pada BPJS untuk pembiayaan perawatan kesehatan masyarakat. Rakyat dipaksa untuk menanggung sendiri biaya kesehatan mereka dengan nama asuransi, yang hakikatnya adalah kerjasama antarrakyat sendiri untuk menanggung beban biaya kesehatan.


    Maka, kata sejahtera dalam sistem kapitalisme sekadar angan di atas angka-angka, tapi tidak mewujud nyata. Sedangkan Islam memandang masalah kesejahteraan adalah masalah orang per orang. Maka selama masih ada orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, masyarakat belum dikatakan sejahtera. Begitu pun Islam tidak menilai kesejahteraan dari angka.


    Ustaz Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizham al Iqtishadi fi al Islam menjelaskan bahwa Islam memiliki politik ekonomi yang khas.


    Politik ekonomi ini menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer setiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan dirinya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan standar kehidupan masyarakat di mana dia tinggal.


    Dengan demikian negara mengusahakan setiap orang mampu meraih kesejahteraannya dengan memberikan jaminan untuk memperoleh nafkah dari hasil kerjanya. Bila ada warga yang tak mampu mencari nafkah, kewajiban negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhannya sehingga ia bisa hidup layak seperti anggota masyarakat lainnya.


    Itulah sebabnya Rasulullah Saw menyifati pemimpin sebagai pengurus rakyat. Beliau bersabda : "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus" (HR al-Bukhari dan Ahmad).


    Dalam masalah pendidikan dan kesehatan, Islam juga memiliki konsep tersendiri. Kedua aspek ini dimasukkan dalam kebutuhan pokok rakyat sehingga negara wajib untuk menjaminnya.


    Untuk bisa menjalankan pengurusan atas semua kebutuhan rakyat, Islam menetapkan seperangkat aturan yang menjamin negara mampu memenuhinya. Islam menjadikan adanya harta milik umum dan milik negara di samping milik individu.


    Harta milik umum dan negara inilah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan rakyat, seperti harta yang didapat dari eksploitasi tambang, hutan, laut, dan seluruh isinya.


    Negara tidak dibolehkan untuk menyerahkan harta milik umum ini pada individu atau kelompok tertentu, tapi negara menguasai dan megelolanya, hasilnya dikembalikan lagi pada rakyat untuk memakmurkan mereka.


    Tidak hanya yang bersifat fisik, syariat Islam juga menjamin pemenuhan kebutuhan non fisik seperti penjagaan terhadap jiwa, agama, akal dan kehormatan manusia. Semua penjagaan ini tercakup dalam apa yang disebut maqashid asy-syariah, yaitu tujuan dari penerapan syariat yang dijalankan oleh negara.


    Alhasil, dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan sejahtera bila terpenuhi dua kriteria: Pertama, terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat; baik pangan, sandang, papan, pendidikan, maupun kesehatannya.


    Kedua, terjaga dan terlidunginya agama, harta, jiwa, akal, dan kehormatan manusia. Dengan demikian, kesejahteraan tidak hanya buah sistem ekonomi semata; melainkan juga buah sistem hukum, sistem politik, sistem budaya, dan sistem sosial.


    Sistem Islam Inilah satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan konsep kesejahteraan secara riil dalam kehidupan, karena menjangkau orang per orang. Sedangkan sistem kapitalisme-liberal bukanlah jalan menuju sejahtera, justru membawa bencana. Maka, hanya Islam lah solusi hakiki yang bisa mengatasi kemiskinan dengan pasti dan mampu sejahterakan seluruh rakyat.


    Wallahu a'lam bishshawab. (*)

    Tawati
    Muslimah Revowriter Majalengka

    jn

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    RPJPD JABAR 2025-2045
    Ikhtiar Menyelamatkan Siswa “Ilegal” PPDB 2024
    PPDB, Cuci Raport Hingga Pemalsuan Prestasi
    Daddy: Patahkan Mitos Gerindra Jabar Jadi Pemenang
    LKPJ Jabar 2023: Prestasi dan Masa Transisi

    Editorial



      Klasemen Liga Dunia

      Tim M Point
      1. Liverpool 7 18
      2. Manchester City 7 17
      3. Arsenal 7 17
      4. Chelsea 7 14
      Tampilkan Detail

      Klasemen Liga Indonesia

      Tim M Point
      1 Persebaya Surabaya 12 27
      2 Persija Jakarta 13 24
      3 Persib Bandung 11 23