free hit counter code Populasi Serangga Makin Turun. Pertanda Kiamat Sudah Dekat? Ini Penjelasan Entomologis LIPI - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Opini


    Populasi Serangga Makin Turun. Pertanda Kiamat Sudah Dekat? Ini Penjelasan Entomologis LIPI
    ilustrasi

    Populasi Serangga Makin Turun. Pertanda Kiamat Sudah Dekat? Ini Penjelasan Entomologis LIPI

    JuaraNews, Bandung – Lembaga Ilmu Penggetahuan Indonesia (LIPI) tengah melakukan penelitian terkait populasi serangga. Di halaman resmi LIPI malah disebutkan bahwa kiamat (serangga) sudah sangat dekat.

     

    Peneliti dan pakar serangga LIPI, Djunijanti Peggie, menyebut populasi serangga di dunia terus menurun. Menurut Peggie, saat ini baru 20 persen serangga dari 5,5 juta serangga di dunia yang  teridentifikasi. Tersisa 80 persen dari populasi tersebut dan jumlahnya terus berkurang.

     

    Pada 2017, ahli biologi Caspar Hallman dari Radboud University, Belanda, menemukan bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir. Bahkan pakar lain Bayo dan Wyckhuys melaporkan penurunan serangga terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah.

     

    Lalu apa hubungannya serangga dengan kiamat? Para entomologi menilai keselamatan bumi terancam karena serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan. Peran serangga sangat vital dalam ekosistem. Peran serangga dalam ekosistem adalah penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah dan pengurai jasad. Selain itu, serangga adalah makanan bagi hewan lain.

     

    “Jadi bayangkan jika serangga punah akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak terurai,” kata Djunijanti Peggie, peneliti bidang Entomologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, seperti dikutip di halaman resmi lembaga penelitian itu.


    Peggie menilai isu penurunan serangga sudah nyata terlihat. “Penyebab utama penurunan populasi serangga adalah alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif,” ungkap Peggie.

    Sebagai contoh, kupu-kupu Graphium codrus yang digunakan sebagai foto sampul majalah National Grographic Indonesia bulan Mei 2020 bukanlah kupu-kupu endemik Indonesia, tidak langka dan tidak terancam punah. “Namun dengan status bukan endemik, bukan langka, dan tidak terancam punah inipun ternyata jumlah spesimen Graphium codrus di Museum Zoologicum Bogoriense hanya ada 21 spesimen dari empat sub-spesies,” ujar Peggie.

    Dirinya mengungkapkan, masih ada empat subs-pesies di pulau-pulau kecil yang belum ada spesimennya di Museum Zoologicum Bogoriense. Kondisi ini menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu tak langka pun sudah cukup sulit. Apalagi mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera Croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara dan baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada tahun 2018,” ungkapnya.

     

    Peggie mengungkapkan, bahwa sudah saatnya setiap individu berkontribusi untuk menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas. “Status kiamat serangga saya setuju dan sangat menghawatirkan, ”ungkap Peggie.

     

    Namun di lain sisi, Peggie menekankan penurunan biomassa hingga 76 persen perlu dicermati secara detail. “Belum terlihat jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan terlebih dahulu,” katanya. (*)

    ude

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Inilah Beberapa Daerah Bersuhu Dingin di Indonesia
    Misteri Penghuni Jin Kota Gaib Padang 12 Kalbar
    iBooming, Solusi Sukses Afiliasi di TikTok
    Sesar Lembang, Pahami Patahan di Tanah Parahyangan
    Ini Prediksi Fenomena Badai Matahari Akan Terjadi


    sponsored links