Andy Liany, Legenda Rock Gondrong dari Tanjungpinang yang Bersinar di Era 90-an

Pada era 80-an hingga pertengahan 90-an, dunia musik rock mendominasi blantika musik Indonesia dengan tampilan musisinya berambut gondrong.
Andy Liany, legenda rock di era 90-an (foto:FB @Andy Liany fans Base Original)

JuaraNews, Bandung – Pada era 80-an hingga pertengahan 90-an, dunia musik rock mendominasi blantika musik Indonesia dengan tampilan para musisinya berambut gondrong.

Ciri khas musisi rock saat itu adalah rambut gondrong dan penampilan yang garang. Tak heran jika muncul ungkapan: “Kalau nggak gondrong, nggak keren.”

Salah satu nama yang bersinar di tengah euforia musik cadas tersebut adalah Andy Liany, pria kelahiran Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada 19 Juli 1964.

Nama aslinya adalah Juli Henry, namun dunia mengenalnya sebagai Andy Liany. Meski berpenampilan sangar dan berambut panjang, Andy dikenal sebagai sosok yang ramah dan rendah hati.

Ia tak pernah menolak permintaan wartawan, penggemar, atau siapa pun yang ingin mengobrol, berfoto, atau mewawancarainya.

Baca Juga: Mayor CPL Anda Rohana Punya Dedikasi Tinggi Dalam Bertugas Sebagai Prajuri TNI AD

Awal Perjalanan: Darah Musik dari Keluarga

Bakat menyanyi Andy sudah terlihat sejak ia duduk di bangku taman kanak-kanak. Ia selalu tampil di acara sekolah. Darah seni mengalir deras dari kakek dan ayahnya, yang merupakan musisi lokal.

Sang ayah, Ben, kerap tampil di acara-acara yang diadakan oleh orang Belanda di Tanjungpinang hingga Tanjungpandan.

Andy bersekolah di SD Katolik Tanjungpinang dan SMP Negeri 3 Tanjungpinang. Namun saat kelas 2 SMP, ia memutuskan untuk hijrah ke Bandung, melanjutkan pendidikan di SMP Pasundan dan kemudian SMA 3 Pasundan.

Keputusan ini didorong oleh keinginannya untuk menyaksikan langsung penampilan band-band rock legendaris, karena sejak kecil ia telah mengidolakan band seperti AC/DC dan penyanyi seperti Janis Joplin.

Baca Juga: Asal Usul Suku Sunda di Tatar Pasundan

Dari Kedokteran ke Dunia Musik

Usai SMA, Andy sempat masuk Fakultas Kedokteran Universitas Pasundan. Namun, hasrat bermusiknya lebih besar ketimbang menjadi sarjana.

Ia pun berhenti kuliah dan memutuskan untuk serius mengejar karier sebagai musisi. Ia mengirim surat kepada ibunya untuk meminta izin menempuh jalan hidup sebagai penyanyi.

Kisah sepucuk surat tersebut bahkan diabadikan dalam lagu berjudul “Boleh Ma” yang masuk dalam album “Misteri”. Petikan liriknya seperti ini:

Walau tak jadi sarjana

bukan orang gila, berpangkat dan ditakuti 

Tapi kutetap bahagia

karna semua itu berada dalam pelukanku

Boleh Ma? Ya? Ya? 

Boleh Ma? Boleh kaaan..??

Baca Juga: Fantastis, Pohon Dewa Ini Tembus Harga Milliaran Rupiah per kg

Langkah Serius di Dunia Musik

Andy kemudian belajar teknik vokal dari guru bernama Aswin Ratu Busang selama setahun. Ia juga berkenalan dengan sejumlah musisi, seperti Pay, Indra Qadarsih, dan Ronald.

Bersama mereka, ia membentuk band Chivas, dan mengikuti ajang Djarum Fiesta Music Contest di Jakarta tahun 1988.

Chivas keluar sebagai Band Terbaik, dan Andy di nobatkan sebagai Best Vocalist. Namanya mulai di perhitungkan di dunia musik. Tahun 1990, ia bergabung dalam band Z Liar yang merilis tiga single dalam album kompilasi “Indonesia Rock Metal 1”.

Ia juga sempat menjadi vokalis pengganti di band Elpamas, serta menyumbangkan lengkingan suaranya di lagu “Suit-Suit He…He…” (Gadis Sexy) dari album perdana Slank yang berjudul sama, tahun 1990.

Baca Juga: Selalu Berpikir Kritis dalam Kehidupan Sehari-hari

Kesuksesan Sebagai Penyanyi Solo

Lagu ini di rilis tahun 1991 dan tampil perdana di RCTI. Sejak saat itu, karier Andy meroket. Ia tampil di berbagai daerah di Indonesia, dari Sumatera hingga Kalimantan.

Bersama Once dan Ronald Fristianto, ia membentuk band Forget 727 dan merilis mini album “Seribu Angan” pada 1991 yang hanya berisi empat lagu di antaranya, Jumpa Ceria dan Langkah Menuju Harapan.

Pada akhir 1992, Andy bertemu dengan Erwin Indrawan dari Win Records, label besar saat itu. Ia menggarap album solo perdana bertajuk “Misteri” (1993), yang meledak di pasaran dengan lagu jagoan “Sanggupkah”.

Album ini terjual hingga 470.000 keping, dan membawanya meraih penghargaan Best Newcomer dan Best Selling Album dari BASF.

Ia bahkan mendapatkan bonus rumah, mobil, dan perjalanan ke Amerika. Namanya juga di tulis dalam Hall of Fame Kanada, sebagai salah satu musisi terbaik dari Indonesia.

Album keduanya, “Antara Kita” juga sukses secara komersial. Namun, pembajakan besar-besaran membuat Andy kecewa dan sempat menangis karena jutaan keping albumnya di jual tanpa izin.

Baca Juga: Tji Laki 9 Toko Oleh-oleh di Bandung dengan Sentuhan Nostalgia

Akhir Tragis Sang Legenda

Andy tengah menggarap album ketiganya ketika takdir berkata lain. Pada malam 24 Juli 1995, Andy mengalami kecelakaan mobil di Karawang.

Mobilnya menabrak pohon, tubuhnya terjepit di antara setir dan kursi. Nyawanya tak tertolong. Ia wafat di usia 31 tahun, saat berada di puncak popularitas.

Album ketiganya berjudul “Cinderamata” sebagai bentuk penghormatan terakhir. Dua lagu baru yang sempat direkam, “Ingin Rasanya” dan “Aku Versus Kamu”, dimasukkan bersama lagu-lagu dari album sebelumnya.

Meski kariernya singkat, Andy Liany di kenang sebagai salah satu legenda musik rock Indonesia, yang menginspirasi banyak musisi dan penikmat musik Tanah Air. (dsp)