free hit counter code Jangan Ada Diskriminasi, Pemerintah Harus Lindungi Pekerja Migran Indonesia - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Opini


    Jangan Ada Diskriminasi, Pemerintah Harus Lindungi Pekerja Migran Indonesia

    BIBEN FIKRIANA

    Jangan Ada Diskriminasi, Pemerintah Harus Lindungi Pekerja Migran Indonesia

     

    PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PMI) memiliki pengertian yang luas. Ketua APPMI (Asosiasi Purna Pekerja Migran Indonesia Biben Fikriana mengatakan, semua yang pernah bekerja di luar negeri adalah pekerja migran indonesia atau PMI.

     

    "Bahkan yang disebut sebagai unprosedural pun mereka harus tetap dilindungi oleh negara sebagai pekerja migran. Mereka tetap warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama mendapat perlindungan negara," kata Biben.

     

    Karena pemahaman ini, Biben ingin menyamakan persepsi terkait PMI ini. Sejak terpilih secara aklamasi menjadi Ketua APPMI, ia kerap kali memberi edukasi terkait pekerja migran melalui berbagai program kegiatan.

     

    Saat DPRD Jabar menyiapkan Raperda tentang Pekerja Migran, hal ini terjadi pro kontra terkait hal procedural dan unprocedural. Biben meminta agar tidak ada diskriminasi dalam memberi perlindungan warga Indonesia yang bekerja di luar negeri.

     

    "Jangan ada diskriminasi terhadap pekerja migran yang sempat dinyatakan unprosedural. Tugas pemerintah adalah melindungi seluruh pekerja migran yang bekerja di luar negeri, baik yang prosedur atau unprosedur. Kemarin itu menjadi perdebatan serius saat pembahasan Raperda Perlindungan PMI," kata Biben.

     

     


    Ia menjelaskan, kalau masyarakat mengerti akan bahaya unprosedural, persoalan pekerja migran ini tak akan terjadi. Persoalannya bagaimana pemerintah memberikan edukasi, pengertian kepada masyarakat bagaimana dan seperti apa bahaya menjadi pekerja migran yang unprosedural.

     

    Untuk itu, Biben menyarankan perlunya ada kerja sama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Desa untuk memberikan pemahaman terkait pekerja migran ini. Sebelum berangkat, katanya, calon pekerja migran harus disiapkan berbagai halnya.

     

    Biben yakin, untuk menyelesaikan masalah-masalah PMI memang harus dimulai dari keberangkatan. Hal ini karena persoalan PMI di masa lalu, terjadi akibat kekurangan pengetahuan dan pembekalan atau kebijakan yang kurang hati-hati.

     

    "Problemnya sekarang kita atasi dengan melakukan berbagai persiapan sejak pra keberangkaran. Negara harus memberi perlindungan dari mulai keberangkatan, selama bekerja di luar negeri hingga kepulangan, bahkan setelah kembali pun harus disiapkan mereka (purna PMI) mau apa. Pemerintah harus menyiapkan," katanya.

     

    Dengan sistem yang seperti ini, katanya, persoalan di masa lalu diharapkan akan bisa terselesaikan. Pekerja migran yang diberangkatkan dengan jaminan pemerintah itu, akan berkomunikasi dan informasi tentang perbaikan sistem pekerja migran akan menyebar luas. "Dengan begitu satu-satu persoalan PMI akan segera teratasi," katanya.

     

    Hal ini sangat diperlukan, mengingat kasus PMI masih banyak yang belum diselesaikan. Ke depan, penanganan persoalan PMI sudah harus lebih baik lagi. Kasus-kasus yang muncul pun jangan sampai ada lagi. Sistem navigasi terhadap pekerja migran harus mampu mendeteksi secara dini masalah yang terjadi.
    Sekali pun demikian, sejak awal pekerja migran harus disiapkan sejak dini, sejak keberangkatan. Bahkan, katanya, ini harus dimulai dari persoalan kecil yang kelihatannya sepele.

     

     

    Biben menceritakan, pada posisi pekerjaan asisten rumah tangga di luar negeri, misalnya ada seorang pekerja migran harus menyetrika pakaian. Karena tak memiliki penggetahuan tentang bahan dan pakaian, pekerja migran itu asal saja menyalakan setrika. Padahal baju yang harus disetrika itu jenis kain yang harganya mahal dan memerlukan temperatur rendah saat disetrika.

     

    "Karena tak punya penggetahuan, menyetrika asal-asalan, tiba-tiba dibaju tampak bekas setrika bahkan rusak. Sang majikan marah dan terjadilah tindakan kekerasan," katanya.

     

    Hal semacam itu, katanya, terjadi karena sejak awal tak diberi pelatihan. Para pekerja migran asal berangkat tanpa pelatihan skill yang sesuai, tanpa penggetahuan sosial budaya, dan kemudian menjadi masalah. Persoalan ini, katanya, bisa diatasi dengan pelatihan sebelum diberangkatkan.

     

    Persoalan lain, katanya, pekerja migran juga banyak yang takut mengakui saat sakit. Seorang pekerja migran asal Indonesia, misalnya, dalam kasus di kapal laut takut mengatakan dirinya sakit karena takut dipulangkan. "Takut karena khawatir dipulangkan," katanya.

     

    Hal ini karena pekerja migran itu tak memiliki pengalaman di laut. Bayangkan saja ia sebelumnya tinggal di pegunungan, lalu harus kerja di Tengah laut dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan mudah terserang mabuk laut maupun sakit, namun takut atau bingung ketika mengakui atau bilang kepada atasannya bahwa dia sakit. "Ini sering menjadi persoalan bagi pekerja migran kita. Kalau sakit kemana harus bilang, atau ketika mendapatkan pelecehan harus kemana lapor. Harus ada pemahaman dulu sebelum berangkat," katanya.

     

    Untuk mengatasi masalah-masalah PMI seperti itu, Biben berharap ada Satgas Gabungan agar lebih memudahkan dalam memberikan perlindungan saat terjadi masalah. Satgas Gabungan ini melibatkan banyak pihak, mulai Kemenaker, Kemenlu, Kemendes, BP2TKI, APPMI sebagai wakil masyarakat, dan stakeholder lainnya. Dengan demikian jelas nomenklatur dan pembiayaannya. Termasuk di daerah, bisa diinisasi oleh Jawa Barat.

     

    Saat ini, kesannya saling mengandalkan. Namun di Jawa Barat, Satgas ini diharapkan bisa terbentuk.

     

    "Misalnya Ketuanya Gubernur atau siapa? Bahkan di daerah ada pos satgas. Termasuk kalau ada yg melakukan pungli. Sekarang banyak teman-teman yang yg menemukan oknum calo," katanya.
    Di Raperda Perlindungan Pekerja Migran, lanjutnya, Satgas ini bisa masuk yang kemudian diperkuat keberadaanya melalui Pergub. Mudah-mudahan hal ini menjadi percontohan dan bisa diberlakukan secara nasional.

     

    No photo description available.

     

    Literasi Finansial
    Setelah pekerja migran pulang bekerja dari luar negeri, persoalan yang dihadapi adalah pengelolaan keuangan. Kebanyakan dari mereka tak tahu apa yang harus dilakukan setelah pulang. Saving money menjadi persoalan yang dihadapi banyak PMI.

     

    "Setelah pulang biasanya pekerja migran leha-leha karena masih memiliki uang. Uang mereka paling bisa habis dalam waktu enam bulan sampai satu tahun. Namun saat habis, mereka kebingungan harus apa. Dan pilihannya kembali bekerja ke luar negeri," katanya.

     

    Untuk itulah, kata Biben, untuk purna pekerja migran ini ia memiliki konsep literasi finansial. Perencanaan keuangan akan menjadi sangat penting bagi purna pekerja migran. Pembekalan saving money dan literasi keuangan menjadi penting bagi purna pekerja migran.

     

    Biben menilai potensi purna pekerja migran sangat besar dari sisi keuangan. Dana ini bisa bergulir dan dikelola dengan baik. Biben menilai banyak kasus terjadi jika PMI banyak yang menjadi sapi perah. Mereka lebih memikirkan keluarga dan yang lain, namun tak memikirkan dirinya sendiri.

     

    Sebenarnya, kata Biben, jika mau dana PMI ini bisa disisihkan untuk menjadi dana yang bergulir dan dimanfaarkan untuk kepentingan sesame PMI atau Purna PMI sendiri. "Termasuk mungkin untuk membiayai calon pekerja migran lain berangkat keluar negeri. Dana itu bergulir dan berputar untuk kepentingan PMI." katanya.

     

    Gagasan lain, kata Biben, potensi PMI dikelola dan dikembangkan. Hanya saja untuk program ini perlu dana besar. Tapi, katanya, jika dijalankan akan menjadi sesuatu yang luar biasa. “saya ingin memblow up Success Story Purna PMI Jawa Barat”

     

    Salah satu ide untuk memberdayakan purna PMI ini, APPMI menggenjot berbagai unggulan di daerah. "Nanti ada warung-warung Purna PMI. Kita buat distribusi secara mobile. Misalnya dari Sukabumi ambil gula. Sembari nyimpan ke cianjur , gula disimpan di cianjur lalu kita juga ambil produk unggulan lain di cianjur untuk didistribusikan ke daerah lainnya. Sehingga Mobil ini akan berkeliling untuk mengambil dan mendistribusikan semua produk Purna PMI. Selain membentuk Warung Purna di 27 Kabupaten Kota di Jawa Barat, warung tersebut pun akan menjadi Posko purna PMI. Di sana dilakukan edukasi, pelatihan, pembinaan, dan lainnya," katanya. (*)

    Oleh: ude gunadi / ude

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Olahraga Efektif Mengatasi Lemak Pasca Lebaran
    Tiga Daerah Berbahaya yang Kuasai Ilmu Kesaktian
    Waspadai Penyakit Khas Pascalebaran
    Cintanya Agus Mulyana Pada Vespa Tak Sekedar Hobi
    Cegah Ancaman Kesehatan Pasca Lebaran, Lakukan Ini

    Editorial