free hit counter code Karya Lian Sahar di Lawangwangi Creative Space - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Opini


    Karya Lian Sahar di Lawangwangi Creative Space

    Karya Lian Sahar di Lawangwangi Creative Space

    • Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:15:00 WIB
    • 0 Komentar

    JuaraNews Bandung  - Lawangwangi Creative Space menggelar pameran tunggal Lian Sahar di semester pertama tahun 2025 di Lawangwangi Creative Space, Jalan Dago Giri 99a, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, pada 21 Februari sampai 22 Maret 2025.

     

    Lian Sahar (1933-2010) adalah perupa, desainer juga mantan pengajar desain interior di ASRI (sekarang ISI Yogyakarta), berasal dari Aceh yang menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di Yogyakarta. Lian Sahar pernah mengenyam pendidikan seni dan desain di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan pendidikan senirupa di Institute Teknologi Bandung.

     

    Pameran showcase tunggal Lian Sahar bertajuk ‘Diam yang Bergerak’ dikuratori oleh Heru Hikayat dan M. Dwi Marianto menyuguhkan enam puluh empat drawing dan lukisan di atas kertas,4 karya di antaranya dilukis di atas kanvas dan satu lukisan diatas panel kayu; kategori desain poster,portrait, figur dan abstrak.

     

    Heru Hikayat salah kurator pameran mencatat bahwa Lian Sahar. Ia terpinggir di sebuah pojokan. Padahal, kalau  menilik riwayatnya, ada banyak pameran penting yang pernah diikuti Sahar. “Sebut saja cikal bakal Biennale Jakarta,yang dulu disebut “Pameran Besar Seni Lukis Indonesia,” Heru Hikayat di Lawangwangi Creative Space, Jumat (21/2/2025).

     

    Sahar mengikutinya sejak awal 1974, lalu memenangi penghargaan terbaik pada perhelatan kedua, 1976; dan berturut terlibat pada 1978 dan 1980. Ia mengikutinya lagi hingga kemudian berubah nama jadi Biennale Seni Lukis 1987, dan Biennale Jakarta 2006. Sahar juga mengikuti KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat alias Festival of Indonesia), 1990 – 1991.

    Dwi Marianto, kurator pameran showcase Lian Sahar di Lawangwangi Creative Space juga memberi catatan penting mengenai Lian Sahar di dalam kuratorial. 

     

    Menurutnya, Lian Sahar adalah satu dari banyak seniman yang terstigma politik lantaran dianggap berpihak, atau terasosiasi dengan Kelompok Kiri. Salah satu lembaga yang terbilang Kiri itu adalah LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang, sejak berdirinya tahun 19512, yang menghayati dan mengembangkan kesadaran sosial dan politik melalui sastra dan seni, 

     

    Dalam konteks Seni Modern sejalan dengan Realisme Sosial. Lian Sahar tercatat ada di pihak Kiri,namun sesungguhnya pokok soal, gaya visual, dan konsep seni Lian Sahar, yang secara umum dapat dikatakan abstrak dan abstrak-ekspresionis, justru berlawanan dari apa yang dihayati oleh LEKRA.

     

    Dikatakan M. Dwi Marianto, sifat dan sikap Lian Sahar justru lebih mengarah ke sikap “Seni untuk Seni”. Namun cara pandang inilah yang dipermasalahkan dan dikritisi, serta digugat oleh kelompok kiri. 

     

    “LEKRA menyosialisasi nasionalisme, semangat kerakyatan 3, dan keterlibatan sosial bagi para pelaku kebudayaan.4 Ada kontradiksi di sini, Lian Sahar terstigma Kiri, tetapi rasa dan nilai yang terpancar pada karya Lian Sahar justru ke Kanan,” tandasnya.

     

    Pihak penyelenggara pameran, ArtSociates dan Lawangwangi Creative Space mengumpulkan karya-karya Lian Sahar dari Dr. Muhammad adalah arsitek dan pengajar pasca sarjana Studi Pariwisata UGM yang pernah mengoleksi karya-karya Lian Sahar selama 20 tahun hingga terkumpul ratusan karya drawing, lukisan, poster dan surat-surat. Kemudian, sejumlah 154 karya yang dalam kondisi baik diakuisisi oleh Andonowati, direktur ArtSociates, dari Dr.Muhammad.

     

    “Garis pada karya Lian Sahar memukau saya hingga saya melihat sosok seniman yang bisa eksplorasi karya dwimatra dan trimatra dengan menakjubkan,” kata Dr. Muhammad, kolektor karya Lian Sahar, di acara pembukaan pameran “Diam yang Bergerak” di Lawangwangi Creative Space.

     

    “Saya mengoleksi karya-karya Lian Sahar atas pertimbangan urgensi penyelamatan karya Lian Sahar agar bisa diapresiasi oleh pecinta seni dan masyarakat umum sebagai bagian dari sejarah seni rupa Indonesia. Itu saya lakukan karena melihat cara penyimpanan karyanya menyebabkan banyak karya rusak diserang rayap. Saya sedang memikirkan cara pengelolaan karya Lian Sahar ke depannya," kata Andonowati.

     

    Pembukaan pameran tunggal Lian Sahar dibuka untuk umum pada hari Jumat, 21 Februari 2025 dan diresmikan oleh Bambang Sugiharto serta dimeriahkan dengan pertunjukan komposisi musik dan tari yang diberi judul “Sound of Imagination #6” oleh Agung Gunawan Dan Memet Chairul Slamet di Lawangwangi Creative Space.

     

    Bambang Sugiharto, dalam pidato pembukaan pameran, menyatakan, “Vibrasi seni rupa Indonesia tahun 70-an dengan abstrakisme. Kekuatan garis, bidang, warna dan aspek formalisme yang lain nampak jelas pada proses kekaryaan Lian Sahar di pameran ini.

     

    ”Ada beberapa nama kolektor karya Lian Sahar di Indonesia, selain Dr. Muhammad di Yogyakarta,antara lain Arifin Panigoro di Jakarta, Iwan K Lukminto di Tumurun Private Museum,Solo,dr.Oei Hong Djien juga menyimpan karya seniman ini di OHD Museum.

     

    “Di koleksi OHD, Lian Sahar hanya ter-representasi dengan dua karya pastel di atas kertas.Garis-garis yang spontan membentuk figur-figur wanita yang non-realis, tapi lebih cenderung ke ekspresionis. Background dibiarkan kosong yang memberikan kesan ke minimalis,” katadr Oei Hong Djien, kolektor seni dan pemilik OHD Museum di kota Magelang, JawaTengah.

     

    Merwan Yusuf, akademisi sekaligus adik kandung Lian Sahar, yang turut hadir dalam pembukaan pameran. “Proses pematangan karya seorang seniman, abang saya, ternyata terlihat di pameran ini dan saya baru bisa berjumpa dengan kolektor karya abang saya,” kata Merwan Yusuf. (*)

    bas

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Karya Lian Sahar di Lawangwangi Creative Space
    Semesta Buku 2025 di Summaba, Diskon Hingga 70 %
    3 Rekomendasi Soto Enak & Maknyus di Kota Bandung
    Taman Dewi Sartika, Ruang Hijau Bersejarah Bandung
    Kue Keranjang Khas Imlek, Penuh Makna dan Sejarah

    Editorial