JuaraNews, Bandung – Gito Rollies, lahir dengan nama Bangun Sugito pada 1 November 1947 di Biak, Papua, adalah salah satu ikon musik Indonesia.
Lewat suara khas seraknya, serta aksi panggung yang penuh kharisma. Gito Rollies selalu sukses menghibur para penonton.
Gito Rollies mulai tercium publik setelah bergabung dengan grup band The Rollies, setelah menggantikan vokalis sebelumnya.
Bersama The Rollies dengan aliran musik rock, jazz dan funk yang berdiri pada akhir 1960-an, karier Gito Rollies pun semakin melejit.
Baca Juga: Andy Liany, Legenda Rock Gondrong dari Tanjungpinang yang Bersinar di Era 90-an
Awal Karier dan Puncak Kepopuleran
Semenjak bergabung dengan grup musik Legendaris itu pihak publik pun mulai mengenal sosok Gito yang penuh sensasional.
Ia tidak hanya menyumbangkan suara, tetapi juga membawa aura panggung yang kuat dan karismatik.
Saat bersama The Rollies, Gito tampil dalam banyak konser, tampil di layar kaca, dan merilis berbagai lagu yang ikonik, seperti “Kemarau,” “Hari Hariku,” dan “Puspa Indah.”
Selain bermusik, Gito juga dikenal sebagai aktor. Ia sempat membintangi sejumlah film dan sinetron, menunjukkan bahwa karismanya tak hanya terbatas di atas panggung.
Baca Juga: Gombloh, Seniman Jalanan yang Menjadi Legenda Musik Indonesia
Gaya Hidup dan Titik Balik
Di puncak ketenaran, Gito dikenal sebagai sosok flamboyan dengan gaya hidup yang bebas dan glamor.
Namun, kehidupan pribadinya sempat berliku. Ketenaran, harta, dan gaya hidup bebas ternyata membawa kekosongan spiritual dalam hidupnya.
Titik balik dalam hidup Gito terjadi ketika ia memutuskan untuk hijrah. Di akhir 1990-an, Gito mulai meninggalkan dunia hiburan yang membesarkan namanya.
Ia mendalami agama Islam dan mulai aktif sebagai pendakwah, membagikan kisah hidup dan perjalanannya menuju kedamaian batin.
Gito menjadi inspirasi banyak orang karena kejujurannya dalam bertobat dan mengakui masa lalunya.
Baca Juga: Deddy Stanzah, Sang Legenda Rock Karismatik dari Bandung
Akhir Hayat
Gito Rollies wafat pada 28 Februari 2008 di usia 60 tahun akibat penyakit kanker kelenjar getah bening yang dideritanya.
Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia musik Indonesia.
Akan tetapi, warisannya tetap hidup, baik dalam bentuk karya-karya musik maupun teladan hidup yang penuh transformasi.
Bangun Sugito adalah bukti bahwa setiap manusia bisa berubah. Dari panggung rock ke mimbar dakwah, ia meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam sejarah musik dan spiritualitas Indonesia. (dsp)