free hit counter code Kisah 'Jurig Jarian', Mitologi Untuk Terapkan Nilai Tradisi - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter

Hot News


Opini


    Kisah 'Jurig Jarian', Mitologi Untuk Terapkan Nilai Tradisi
    (Foto: Ist) ilustrasi

    Kisah 'Jurig Jarian', Mitologi Untuk Terapkan Nilai Tradisi

    • Jumat, 16 September 2022 | 14:34:00 WIB
    • 0 Komentar

    Bandung, Juaranews - MESKI di jaman 4.0, sebagian anak muda bandung ada juga yang menyukai hal mistis. Diantara mereka suka bercanda tentang hantu. Misalnya, ketika segerombolan anak melalui tempat yang poék mongkléng alias pikasieuneun, kadang seorang diantara mereka ada yang berceloteh, “Kadé éta, aya jurig jarian.” Tetapi apakah mereka tahu apa itu ‘jurig jarian’, dan bagaimana asal muasal dari jurig jarian itu?

    Istilah ‘Jurig jarian’ sebenarnya adalah mitologi urban tentang hantu. Mitos ini tersebar secara turun menurun di tatar Sunda. Dalam kamus basa sunda, ‘jurig’ artinya hantu, sedangkan ‘jarian’ itu artinya tempat sampah. Nah…, dengan begitu, istilah ‘jurig jarian’ merupakan sebutan untuk menunjukan sejenis makhluk ‘marakayangan’ yang sering bercokol tempat sampah. Bahkan di tempat-tempat yang biasa dibersihkan pun, seperti toilet, konon mereka pun gemar berdiam disana. Toh, sebersih-bersihnya toilet, tetap saja termasuk dalam kategori wilayah ‘kotor’.

    Menurut dongeng yang menyebar dan mengakar di masyarakat Sunda, ‘jurig Jarian’ hanya akan menampakkan diri ke anak kecil dan wanita hamil. Waktunya pun tidak sembarangan, wanci sareupna atau sore hari menjelang maghrib merupakan waktu mulai bergentayangannya éta sakadang jurig.

    Ihwal wujud jurig jarian sendiri ternyata tidak hanya satu bentuk belaka, Ada beberapa versi yang menggambarkan wujud si jurig jarian pada saat kemunculannya itu. Sebagian kisah mengatakan Jurig Jarian wujudnya seperti tuyul dan sebagian lain menyebutkan seperti wanita mengerikan dengan sampah yang di sekujur tubuhnya dipenuhi sampah.

    Menurut cerita Bah Dadang, yang pernah menjadi pembina komunitas juru pelihara (jupel) atau kuncén makam Kabupaten Bandung, jurig jarian mah tidak seperti jurig séjénnya, éta jurig tidak bisa minda rupa atau berganti wujud dalam sekali tampil.

    “Sekali ngabungkeuleuk dengan satu wujud, maka sampai akhir ‘pertunjukan’ ya akan seperti itu,” katanya sembari terkekeh ketika berbincang beberapa waktu lalu dengan juaranews.

    Masih menurut cerita masyarakat, konon jika jurig jarian berhasil menampakan wujudnya pada manusia, maka manusia yang melihatnya itu akan menderita penyakit. Sakitnya bisa macam-macam, demam misalnya, atau gatal-gatal parah hingga kesurupan. Untuk menyembuhkan seseorang yang sakit karena melihat jurig jarian ini cukup unik, yaitu dengan air kelapa muda dan kopi pahit yang dicampur satu sendok. Tak lupa racikan itu tekah dijiad dengan bacaan doa; Ayat kursi.

    Meskipun demikian, cerita mistis tentang hal itu bukan untuk menakutkan saja belaka. Ada banyak makna dan manfaat yang bisa diguar atas kisah-kisah mistis itu.

    Memaknai Hal ‘Biasa’
    Sebagaimana dikatakan Zaini Alif, dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), kisah mistis merupakan cara untuk menerapkan nilai-nilai luhur sejak dini dalam tradisi masyarakat Indonesia di masa lampau.

    "Anak-anak lebih dapat menerima cerita jurig agar timbul rasa takut yang berujung kepatuhan,” kata pria yang kerap dipanggil Kang Zaini itu sebagaimana dikutip dari DW.com.

    Lebih lanjut, Zaini yang juga peneliti permainan tradisional Sunda ini, menjelaskan bahwa dari rasa takut yang terekspresikan ketika mereka masih anak-anak, akan berubah ketika dewasa.

    “Setelah dewasa, mereka akan menyadari bahwa ada sebab akibat yang diterima secara logika di balik itu semua (cerita jurig-red)," papar Kang Zaini

    Di era modern seperti saat ini, menurut Kang Zaini, penyampaian makna luhur yang terkandung dalam kisah mistis itu mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, menurut Zaini yang juga dikenal sebagai pakar permainan anak tradisional Sunda ini, harus ada upaya untuk mengembalikan pemahaman atas nilai-nilai itu.

    “Ada nilai-nilai yang harus kita pahami lagi, tetapi bukan berarti untuk menakut-nakuti. Ada makna dan nilai yang diturunkan turun-temurun dari cerita jurig. Setidaknya ada tiga hal yang ingin saya ungkap yaitu value, meaning, dan purpose," ujar Kang Zaini.

    Kearifan Lokal
    Bagi Zaini, sebagaimana dikutip dari liputan6.com, legenda urban seperti ini (kisah jurig) mengandung unsur budaya dan kearifan lokal yang besar.

    Rasa penasaran terhadap hal-hal gaib menurut Kang Zaini perlu diteliti karena ada banyak kearifan lokal yang terkait dengan cerita hantu dari sebuah tempat atau peristiwa.
    "Sejak 2016 diteliti sampai sekarang ini sudah ada kurang lebih 300 jenis jurig (hantu). Yang menarik, hantu-hantu ini tidak endemik, setiap wilayah berbeda-beda," kata Zaini. [Maldi]

    Aep

    0 Komentar

    Tinggalkan Komentar


    Cancel reply

    0 Komentar


    Tidak ada komentar

    Berita Lainnya


    Toko Bahan Kue Lebaran Terlengkap di Bandung
    Supermoment Radio Show di Unper Ada Habib Jafar
    5 Rekomendasi Baju Lebaran dari Berbagai Negara
    DCDC Ngabuburit Extra di Soreang Pecah dan Meriah
    9 Takjil dari Berbagai Penjuru Dunia, Patut Dicoba

    Editorial