Juara News, Bandung – Raperda penyelenggaraan dan penanganan kesejahteraan sosial saat ini masih dalam pembahasan melalui Pansus 12 DPRD Kota Bandung.
Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung Christian Jualianto mengatakan, Raperda ini merupakan perubahan kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012.
Perubahan ini untuk penyesuaian kebijakan daerah dengan regulasi nasional yang juga mengelami perubahan.
‘’Ini juga sekaligus memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program kesejahteraan sosial di Kota Bandung,’’ujar Christian.
Menurutnya Raperda ini sangat penting agar sistem pelayanan sosial di Bandung lebih tertata dan mampu menjawab tantangan di lapangan.
Selain itu dapat memperkuat aspek pengawasan dan partisipasi masyarakat. Setiap lembaga sosial harus bisa dikelola secara transparan dan akuntabel.
Christian mengatakan, ada tiga aturan utama Kementerian Sosial (Kemensos) selaras dalam revisi perda tersebut.
Pertama, Permensos No. 8 Tahun 2021 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) dengan Permensos No. 8 Tahun 2024.
Aturan baru ini menegaskan tata cara izin, pelaporan, dan pertanggungjawaban lembaga sosial yang menggalang dana publik.
Kedua, penyesuaian terhadap Permensos No. 4 Tahun 2021 tentang Undian Gratis Berhadiah (UGB).
Kewenangan Perijinan Lembaga Kesejahteraan Sosial
Kewenangan perizinan kini sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat, sementara peran Pemkot Bandung bergeser menjadi pembina dan pengawas.
Ketiga, penyelarasan dengan Permensos No. 5 Tahun 2024 tentang Standar Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).
Aturan ini menuntut lembaga sosial untuk memenuhi standar nasional baik dalam kelembagaan, program, sumber daya manusia, maupun pelayanan.
Selain itu, Raperda ini juga menyesuaikan perubahan istilah dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) menjadi pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) sesuai regulasi terbaru Kemensos.
Christian menegaskan, pembaruan perda ini bertujuan memperkuat tata kelola bantuan sosial agar lebih tepat sasaran dan minim potensi penyalahgunaan.
“Bantuan sosial lewat lembaga resmi harus ada pertanggungjawaban. Transparansi menjadi kunci agar bantuan benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan,” jelasnya.
Menariknya, dalam proses pembahasan, materi perubahan telah mencapai lebih dari 50 persen dari isi perda lama.
Karena itu, besar kemungkinan penetapannya sebagai Perda baru, bukan sekadar revisi.
“Kita ingin Perda baru ini menjadi pondasi kuat untuk sistem kesejahteraan sosial yang lebih adaptif, terbuka, dan berpihak kepada warga Kota Bandung,” tutup Christian. (edt).


									




