JuaraNews, Bandung – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini meluncurkan gerakan sosial bernama rereongan sapoe sarebu atau gerakan donasi bersama satu hari seribu.
Gerakan ini mengajak aparatur sipil negara (ASN), siswa sekolah, dan masyarakat umum untuk menyisihkan donasi sebesar Rp 1.000 per hari guna membantu warga kurang mampu, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
Baca Juga:Data Warga Jabar Diduga Bocor, Hacker Tampilkan Bukti di Dark Web
Gerakan ini tertuang dalam surat edaran bernomor 149/PMD.03.04/KESRA yang diterbitkan pada 1 Oktober 2025. Surat tersebut juga ditujukan kepada bupati, wali kota se-Jawa Barat, dan Kantor Kementerian Agama Jawa Barat.
Dalam surat edaran itu, Gubernur Dedi Mulyadi menekankan pentingnya nilai gotong royong, kesetiakawanan sosial, serta kearifan lokal sebagai dasar gerakan tersebut.
Kebijakan ini menuai beragam reaksi dari warga Jawa Barat. Sebagian masyarakat mengapresiasi upaya tersebut, namun tidak sedikit yang menyatakan keberatan dan kekhawatiran terkait transparansi serta beban tambahan yang harus ditanggung warga.
Salah seorang warga Kota Bandung Rivaldi (23 tahun) mengaku ketidaksetujuan terhadap gerakan ini. Menurutnya membantu orang tidak mampu seharusnya adalah kewajiban dari pemerintah.
“Bukan malah meminta lagi dari masyarakat. Jadi kaya uang dari masyarakat, pemerintah yang memberi untuk masyarakat tidak mampu,” ujar Rivaldi.
Baca Juga:Warga Baleendah Antusias Ikuti Gerakan Pangan Murah
Keberatan itu, Rivaldi sampaikan mengingat warga sudah dibebani oleh pajak. Termasuk saat ini dibebani donasi Rp 1.000 per hari yang dianggap keberatan. “Masyarakat juga sudah dibebankan pajak, sekarang tambah lagi ada kaya urunan 1000, Harusnya dikaji ulang,” kata dia. (Bas)