JuaraNews, Bandung – Mulai tahun 2026 mendatang, Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi mengalihkan skema Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) untuk sekolah swasta menjadi Beasiswa Peserta Didik.
Pergeseran ini bukan sekadar perubahan nomenklatur. Ini adalah revolusi dalam model pendanaan yang menciptakan insentif finansial langsung bagi sekolah swasta untuk secara proaktif merekrut dan membina siswa dari keluarga miskin ekstrem.
Fokus utamanya adalah siswa dalam kategori Desil 1 hingga Desil 4 kelompok ekonomi terbawah yang selama ini rawan putus sekolah.
Baca Juga: DPRD Jabar Dorong Percepatan Pembangunan Infrastruktur Layanan Kesehatan di Daerah
Menyikapi hal itu, Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Yomanius Untung, menyebut perubahan ini sebagai upaya menjawab visi Gubernur Dedi Mulyadi yang ingin bantuan pendidikan lebih tepat sasaran.
“Pak Gubernur berpikir bahwa kewajiban anak untuk bersekolah harus dijamin. Yang harus di-cover adalah mereka yang masuk kategori miskin ekstrem, terutama Desil 1,” ujar Yomanius di Bandung, Selasa (4/11/2025).
Beasiswa ini tidak hanya mencakup iuran sekolah, tetapi juga kebutuhan penunjang seperti seragam, buku, dan perlengkapan belajar lainnya.
Jika sebelumnya bantuan operasional cenderung dibagi rata, skema baru ini bersifat follow the student. Artinya, alokasi dana yang diterima sekolah akan berbanding lurus dengan jumlah siswa dari kategori ekonomi terbawah (Desil 1-4) yang mereka tampung.
“Judulnya berubah, tapi tujuannya tetap. Bedanya, semakin banyak siswa miskin yang diterima, semakin besar bantuan yang diterima sekolah,” jelas Yomanius.
Dengan skema baru ini, Pemprov Jabar ingin memastikan tidak ada siswa miskin di sekolah swasta yang terpaksa berhenti belajar karena kendala biaya.
Baca Juga: Pemerataan Tenaga Pendidik Jadi Sorotan Komisi V DPRD Jawa Barat
Dalam KUA-PPAS 2026 yang disahkan pada Rapat Paripurna DPRD, pada Jumat (31/10/2025). Pemerintah Provinsi dan DPRD Jabar telah menyepakati alokasi anggaran sebesar Rp120 miliar untuk program ini.
“Sudah dibahas. Sekarang tinggal menghitung lagi, mana yang masih kurang,” pungkas Yomanius, mengisyaratkan bahwa data siswa miskin ekstrem akan menjadi kunci utama distribusi bantuan ini ke depannya. (dsp)







