free hit counter code Survei Indikator Sebut 41 Persen Warga Enggan Divaksin Covid-19, Emil Akan Tingkatkan Peran Ulama - JuaraNews Inspirasi Semangat Muda web stats service from statcounter
Survei Indikator Sebut 41 Persen Warga Enggan Divaksin Covid-19, Emil Akan Tingkatkan Peran Ulama
(humas pemprov jabar) Ridwan Kamil saat menjadi narasumber web seminar Indikator ‘Rilis Survei Nasional: Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19’ via konferensi video dari Ciwidey, Kabupaten Bandung, Minggu (21/2/2021).

Survei Indikator Sebut 41 Persen Warga Enggan Divaksin Covid-19, Emil Akan Tingkatkan Peran Ulama

  • Senin, 22 Februari 2021 | 08:22:00 WIB
  • 0 Komentar

JuaraNews, Bandung - Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjadi narasumber web seminar (webinar) Indikator ‘Rilis Survei Nasional: Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19’ via konferensi video dari Ciwidey, Kabupaten Bandung, Minggu (21/2/2021).

 

Sampel survei Indikator Politik Indonesia -institut riset di Jakarta-ini dilakukan terhadap 1.200 responden yang berasal dari seluruh Indonesia yang terdistribusi secara proporsional dan dilakukan selama 1-3 Februari 2021.

 

Profil demografi sampel antara lain: Laki-laki 50,1 persen dan perempuan 49,9 persen; Perdesaan 50,5 persen dan Perkotaan 49,5 persen; usia 26-40 tahun 37 persen dan 41-55 tahun 25,4 persen; Islam 87,8 persen dan lainnya 12,2 persen; serta etnis Jawa 41,8 persen, Sunda 15,2 persen, dan Batak 2,8 persen.

 

Salah satu temuan survei nasional tersebut yakni 81,9 persen warga akan menerima vaksin Covid-19 hanya jika halal. Menanggapi hal itu, Emil berujar akan mendorong kerja sama dengan tokoh agama untuk sosialisasi vaksinasi Covid-19 di Jabar.

 

"Saya akan tingkatkan peran-peran ulama untuk memberikan fatwa-fatwa penguatan terhadap vaksin," kata Emil.

 

Temuan lain lewat survei ini, yakni 15,8 persen sangat bersedia divaksin, 39,1 persen cukup bersedia divaksin. Sedangkan 32,1 persen kurang bersedia, lalu 8,9 persen sangat tidak bersedia. Dengan demikian, ada sekitar 41 persen yang enggan divaksin Covid-19. Sementara sisanya atau sebanyak 4,2 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.

 

Sebanyak 53,3 persen pun percaya vaksin efektif mencegah penularan Covid-19. Temuan lain yakni sebanyak 49,9 persen sangat khawatir terhadap validitas informasi terkait vaksin Covid-19.

 

Pada kelompok yang bersedia divaksin (54,9 persen), mayoritas tidak bersedia jika harus membayar (70 persen) dan sekitar 23,7 persen bersedia divaksin meski harus membayar.

 

Emil pun mengapresiasi temuan dari survei nasional Indikator Politik Indonesia yang dilakukan secara spesifik. Dia berharap, temuan bisa membantu Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jabar untuk membuat komunikasi publik yang baik terkait vaksinasi.

 

"Urusan vaksin PR (pekerjaan rumah) kita masih banyak. Jadi Jabar akan menggunakan data (survei) ini. Nanti saya akan analisa ke tim saya untuk melakukan simulasi komunikasi publik. Berdasarkan temuan ini akan lebih efektif," kata Emil.

 

"Prinsip hidup saya sebagai pemimpin, Good Data Good Decision, Bad Data Bad Decision, No Data No Decision. Data penting sekali bagi saya dalam memutuskan sebuah keputusan," ucapnya.

 

Adapun vaksin Covid-19 bagi Indonesia sudah halal dan suci sesuai fatwa MUI dan keamanan dipastikan dengan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM. Jabar sendiri menargetkan 36,2 juta dari total 50 juta penduduk untuk divaksin agar memunculkan herd immunity atau kekebalan kelompok.

 

Emil berujar bahwa tantangan Jabar adalah infrastruktur atau titik pemberian vaksin. Dengan jumlah penduduk yang tersebar di 27 kabupaten/kota dan 5.312 desa, Jabar hanya memiliki 1.094 puskesmas terlatih program vaksinasi.

 

"Saya sudah hitung ketidakcukupan infrastruktur yang menjadi ancaman. Oleh karena itu ada tiga (solusi) di Jabar yang saya usulkan, tapi belum dilaksanakan. Satu, disuntik di puskesmas itu sangat terbatas, maka saya usulkan, kalau vaksin tersedia, Jabar akan memaksimalkan gedung olah raga, gedung bulu tangkis,dan lain-lain untuk memaksimalkan vaksinasi massal, seperti di Sabuga (Kota Bandung)," papar Emil.

 

"Kedua, untuk menjangkau desa-desa di daerah terpencil tapi tingkat kasusnya tinggi, saya sudah minta ke Pak Presiden untuk menggunakan mobil. Jadi nanti ada mobil vaksin yang keliling desa-desa untuk melakukan vaksinasi," tambahnya.

 

Ketiga, Emil mengusulkan agar ada penyediaan vaksin mandiri secara berbayar alias tidak perlu menunggu panggilan jadwal pemberian vaksin gratis dari pemerintah pusat.

 

"Kalau herd immunity ini mau dicapai, semua metode manajemen penyuntikan vaksin harus secepatnya. Kalau ternyata vaksin mandiri ini mempercepat terjadinya herd immunity, saya sangat setuju. Yang penting adalah manajemen penyuntikan mandiri tidak mengganggu jadwal yang sudah diatur di puskesmas. Kalau mau mandiri, Anda harus bayar, karena Anda mengatur sendiri di tempat yang lebih nyaman sendiri. Tidak di puskesmas dan sebagainya," papar Emil.

 

Dalam webinar tersebut, Emil juga menjelaskan bahwa pihaknya menyiapkan sekitar 11.000 vaksinator atau tenaga penyuntik vaksin. Jumlah tersebut akan terus ditambah sesuai dengan kebutuhan saat vaksinasi berlangsung.

 

"Jumlah vaksinator di Jabar terus kita tingkatkan. Sekarang punya 11 ribu, kalau mau (vaksinasi) 8 bulan beres, (vaksinator) kami harus bertambah 3 kali lipat," ucap Kang Emil. (*)

Oleh: JuaraNews / bar

0 Komentar

Tinggalkan Komentar


Cancel reply

0 Komentar


Tidak ada komentar

Berita Lainnya


3 Raperda Prakarsa DPRD Jabar Tuntas Dibahas
Bey Target Swasembada Pangan di Jabar
Legislator Minta Regulasi PPDB Zonasi Dievaluasi
Komisi V Dorong Penerbitan Kepgub Upah Buruh
Sekretariat DPRD Jabar Gelar Halal Bihalal

Editorial



    sponsored links