Dukung Anies Capres, Nadem, Demokrat dan PKS Tandatangani Piagam Kerjasama
- 24 Maret 2023 | 22:01:00 WIB
PARTAI Demokrat, Nasdem dan PKS resmi telah memberikan dukungan dan mencalonkan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden 2024-2029.
PARTAI Demokrat, Nasdem dan PKS resmi telah memberikan dukungan dan mencalonkan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden 2024-2029.
NYARIS ironi. Zainudin Amali menyatakan mundur dari kursi menpora secara informal. Kabar running text di saluran TV hari ini.
JuaraNews, Bandung - Bangsa Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-73 tahun pada Jumat (17/8/2018).
Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) tahun ini terbilang istimewa karena diperingati pada hari Jumat, sama seperti pelaksanaan proklamasi yang dilakukan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Soekarno dan Moch Hatta pada 73 tahun silam. Layaknya kewajiban bagi kaum muslim, setiap hari Jumat digelar salat Jumat berjamaah. Lalu dimana Soekarno-Hatta menjalankan ibadah salat Jumat seusai memproklamirkan kemerdekaan Indonesia?
Dirangkum dari berbagai sumber, salat Jumat pertama yang dilakukan kedua pendiri bangsa Indonesia tersebut dilakukan di Masjid Jami Matraman, Jalan Matraman Masjid No 1, Pengangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Kala itu, Soekarno membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No 56 sekitar pukul 10.00 WIB. Satu jam kemudian, Bung Karno dan para pemimpin bangsa lainnya langsung menuju masjid yang berjarak sekitar 150 metertersebut untuk menunaikan salat Jumat pertama setelah negara Indonesia terbentuk.
"Langsung beliau-beliau jalan kaki kemari untuk salat Jumat pertama Republik berdiri. Termasuk Soekarno, Bung Hatta, dan juga pimpinan-pimpinan bangsa yang lain yang Islam kemari semua," kata Ketua Yayasan Mesjid Jami Matraman Surahman Yusuf.
Masjid yang sudah berusia ratusan tahun ini memang menyimpan segudang cerita bernilai sejarah tinggi. Masjid ini mulai dibangun pada 1820 di zaman kolonial Belanda. Saat itu, Masjid Jami Matraman belum berbentuk masjid, tapi hanya sebuah musala. Alkisah, musala ini dibangun prajurit Mataram yang dikirim Sultan Agung Hanyokrokusumo yang berupaya merebut Batavia (Jakarta) dari tangan Belanda.
Serangan yang dipimpin yaitu Pangeran Djonet Dipomenggolo bin Pangeran Diponegoro tersebut ternyata kalah dan banyak dari para pejuang yang memutuskan tinggal menetap dan menjadi pendakwah.
"Dulunya belum masjid masih Musala dan tempat perkumpulan prajuti islam, selanjutnya dibangun oleh prajurit Mataram yang dikirim oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo yang berupaya merebut Batavia (Jakarta) dari Belanda," jelas Yusuf.
Masjid Jami Matraman semula merupakan gubuk kecil tempat pasukan Sultan Agung menjalankan salat. Terletak di bekas kandang burung milik warga Belanda yang digunakan oleh orang Mataram sebagai pos komando panglima Mataraman. Selain sebagai tempat ibadah, orang Mataram konon dulu juga menggunakan sebagai tempat untuk mengintai pergerakan pasukan Belanda yang seringkali melewati Sungai Ciliwung yang mengalir tepat di depan masjid.
Musala tersebut kemudian berkembang seiring dengan pewakafan tanah di sekilingnya dari orang Belanda menjadi Islam dan menikah dengan perempuan Matraman Dalam. Masjid tersebut kemudian dibangun besar dan mencontoh arsitektur Masjidil Haram dan Taj Mahal di India.
Dijadikannya masjid berawal ketika Sultan Agung merombak bangunan yang kala itu sebagai musala yang terbuat dari bambu dan bilik-bilik menjadi bangunan permanen. Kemudian Sultan Agung meminta bantuan kepada keluarga Sunan Kalijaga untuk proses pembangunannya.
Pada 1837, dua orang generasi baru keturunan Mataram yang lahir di Batavia, H Mursalun dan Bustanul Arifin (keturunan Sunan Kalijaga) memelopori pembangunan kembali tempat ibadah itu. Alhasil diubahlah musala tersebut menjadi bangunan permanen yang lebih besar.
Setelah selesai pembangunannya, dahulu masjid ini diberi nama Masjid Jami Mataraman Dalem. Yang artinya masjid milik para abdi dalem (pengikut) kerajaan Mataram. Dipilihnya nama itu dimaksudkan sebagai penguat identitas bahwa masjid itu didirikan oleh masyarakat yang berasal dari Mataram. Namun seiring perubahan zaman dan perbedaan dialek, nama Masjid Mataram pun berubah nama menjadi Masjid Jami Matraman. "Sejak saat itulah bangunan masjid akhirnya di bangun dan berdiri hingga saat ini," ucapnya.
Sejak awal dibangun, masjid ini belum pernah dilakukan perbaikan, hingga akhirnya pada 1930, Masjid Jami Matraman dibangun kembali oleh warga sekitar, diketuai Nyai Patiloy, seorang arsitek asal Ambon. Bangunan masjid yang berupa tumpukan batu batako kemudian dibangun lagi. H Agus Salim juga pernah menjadi ketua pembangunan masjid ini. Masjid ini juga pernah mendapat bantuan dari Saudi Arabia (1940).
Belanda tidak setuju dengan pembangunan masjid yang berada di pinggir jalan dan memerintahkan supaya dibangun lebih ke dalam. Mereka berjanji akan membantu biaya sebesar 10.000 gulden. Usul dari Belanda ini mendapat pertentangan dari pengurus pembangunan masjid bahkan sampai dipermasalahkan pada sidang Gemeenteraad. Masjid Jami Matraman pertama kali dipugar pada tahun 1955-1960 dan dilanjutkan pada 1977.
usai naskah proklamasi dibacakan, banyak orang berkumpul dari seluruh penjuru Jabotabek untuk beribadah di masjid itu, termasuk sang Proklamator Soekarno-Htta. Bahkan dulu Bung Hatta hampir setiap Jumat selalu salat di Masjid Jami Matraman dan di akhir hayatnya juga disembahyangkan di masjid ini. Begitu pula Bung Karno. Seusai melaksanakaan salat fardu, Soekarno seringkali menyempatkan ngobrol bersama para pemimpin bangsa Indonesia lainnya di masjid ini. Karena hal itulah banyak orang dulu menyebut masjid sebagai Masjid Bung Karno.
"Beliau (Bung Karno) kebanyakan ya ngobrol di sini kalau ada senggang. Ya biasalah zaman dulu kalau ada waktu senggang habis salat ya mungkin ada yang dibicarain makanya orang dulu bilangnya ini Masjid Bung Karno," tutur Haji Samsudin, Ketua Marbot dan Ketua Kebersihan Masjid Jami Matraman. (*)
Oleh: deni mulyana sasmita / den
BADAN Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mendeteksi adanya fenomena sinar api di Kawah Ecoma pada Gunung Tangkuban Selengkapnya..
Arab Saudi yang kering dan gersang itu sirna setelah akun twitter @makkahregion mengunggah video menghijaunya pegunungan sekeliling kota suci umat Selengkapnya..
Serakan pakaian dalam bertumpuk di lokasi Situs Budaya Nagara Padang, Rawabango, Selengkapnya..
BECAK, sejarah kelam kendaraan tradisional, mata pencaharian rakyat dan hiburan yang dikambinghitamkan Selengkapnya..
arinding terdiri dari kata “Ka Ra Da Hyang” yang artinya dengan diiringi oleh doa sang Maha Selengkapnya..